Rabu, 16 Februari 2011

Lihat......Rumput Tetangga Lebih Hijau, Mari Kita Hijaukan Rumput Kita


Selamat malam,
Uda lama ga nyoret-nyoret nih.
Berawal dari ke-iseng-an jalan-jalan sehabis kerja ada pengalaman yang sangat berharga. Sebuah pengalaman yang mengetuk hati kemudian memaksa untuk mempekerjakan otak dimalam hari. Dari situlah semangat dan keyakinan terkumpul untuk bisa menjadi berarti.
Akhir pekan adalah rejeki bagi pelaku bisnis di Yogyakarta tidak terkecuali pelaku bisnis di Malioboro yang menjadi pusat wisata Yogyakarta. Sebuah perbandingan yang tidak seimbang memang ketika bisnis baru berjalan 2-3tahun dibandingkan bisnis yang sudah exis selama 20-30 tahun. Namun tidak dikatakan bisnis jika itu dijadikan alasan, yang jelas perbedaan sangat signifikan menjadikan kegelisahan saya ketika bisnis tempat saya berdedikasi (maklum, baru ngikut orang) tidak se-ramai dengan mereka.
Ada ungkapan rumput tetangga lebih hijau yang selalu diartikan negtif tapi bagi saya ungkapan ini awal dari kegelisahan, berpikir, kemudian berkeyakinan bahwa saya bisa menghijaukan rumput ini lebih hijau dari tetangga.
Trenyuh kalau orang jawa bilang, kenapa sudah tahun ke-2 saya berdedikasi di perusahaan bisnis ini belum juga -minimal- sama seperti mereka. Lalu apa artinya saya disini? Apa gunanya saya bekerja minimal 8 jam perhari?
Tanpa berlama-lama maka keyakinan terkumpul “ya, saya bisa”.
Saya bisa memberi arti, saya bisa berguna, saya bisa menjadikan rumput ini hijau.
Saya akan rawat benih dengan air dan pupuk, akan saya potong jika rumput tidak rapi, akan saya tanam lagi benih jika ada rumput mati, akan saya perluas ladang rumput ini. Pasti bisa!!!!
jika suatu saat saya tidak lagi duduk dirumput ini maka saya meninggalkan rumput yang bisa diduduki orang lain.
Totalitas dalam segala hal pasti tidak akan sia-sia.